Kamis, 05 Juli 2018

Mind Mapping

Mind Mapping Sistem Administrasi Proyek


Pekerjaan Kontruksi Lepas Pantai

Pekerjaan Di Anjungan Lepas Pantai 

Hasil gambar untuk proyek lepas pantai'

Penggunaan minyak bumi sangat luas terutama bahan bakar dan juga bahan baku industry petrokimia, tetapi apa kalian mengetahui bagaimana dan dari mana sumber minyak itu didapat, kilang minyak hanya untuk tempat pengolahan minyak mentah, sementara offshore merupakan tempat mencari minyak tersebut. Pada materi ini saya akan menjelaskan mengenai offshore/anjungan lepas pantai, yaitu pekerjaan apa saja serta keselamatan kerja di offshore/anjungan lepas pantai.

Pengetian dari anjungan lepas pantai adalah struktur atau bangunan yang dibangun di lepas pantai untuk mendukung proses eksplorasi atau eksploitasi bahan tambang. Adapun klasifikasi pekerjaan pada anjungan lepas pantai yang dibagi kedalam 5 (lima) bagian, yaitu:
1)  Exploration
Pekerjaan Di Anjungan Lepas Pantai
Exploration adalah suatu kegiatan untuk mencari sumber minyak di bawah dasar laut. Pekerjaan ini lebih banyak dilakukan oleh ahli-ahli dari bidang keahlian geologi dan geofisika.
Bidang keahlian geologi dan geofisika mempelajari formasi/bentuk dari lapisan permukaan bumi berdasarkan sample yang diambil dari permukaan dengan cara pengeboran lapisan tanah dan juga mereka dapat mengetahui/memperkirakan didaerah mana saja yang terkandung cadangan minyak di perut bumi dengan cara mengukur medan gravitasi.
Pengeboran dilakukan dengan bantuan sebuah kapal dengan peralatan khusus yang biasanya mampu melakukan pengeboran sampai kedalaman 4000 ft (1200 m) pada kondisi tinggi gelombang 30 ft (9 m).
Ilmu geofisika, profil seismik vertikal (VSP) adalah teknik pengukuran seismik yang digunakan untuk korelasi dengan data seismik permukaan. Karakteristik yang menentukan dari VSP mendeteksi ada banyak jenis sumber energi.
2)  Exploratory Drilling
Setelah ditemukan daerah yang memiliki kandungan minyak lalu akan dilakukan pengeboran. Pengeboran ini dilakukan untuk memastikan ada atau tidaknya minyak terkandung didalam lapisan tanah. Pengeboran biasanya dilakukan dengan mobile drilling rig yang biasanya terpasang pada kapal khusus atau berbentuk platform yang dapat dipindah-pindahkan (movable platform).
Untuk kebutuhan pengeboran tersebut, jack-up mobile rig biasanya digunakan di perairan dengan kedalaman 15 m sampai 76 m. Pengeboran di perairan dangkal dengan kedalaman kurang dari 15 m, biasanya menggunakan unit submersible yang ditarik ke lokasi pengeboran kemudian di ballast agar menumpu ke dasar laut selama pengeboran. Jack-up rig ditarik ke lokasi dalam keadaan terapung dimana kaki-kakinya diangkat keatas.
Di lokasi pengeboran kaki-kakinya didongkrak ke bawah air sampai menembus dasar laut dan sampai drilling deck terangkat ke atas air. Pengeboran di perairan dengan kedalaman lebih dari 76 m biasanya menggunakan rig pengeboran terapung yang berbentuk semi-submersible atau berbentuk kapal laut.
3)  Development Drilling
Pada fase ini dilakukan pengeboran di lokasi yang telah diketahui mengandung minyak sehingga kandungan minyak tersebut dapat diambil. Biasanya pengeboran dalam fase ini dilakukan dari self-contained platform, yaitu platform yang berisi drilling-rig dan peralatan-peralatan yang dibutuhkan untuk kegiatan eksplorasi, tempat akomodasi pekerja, dan dapat menampung cukup makanan dan material selama keadaan cuaca buruk. Untuk efisiensi, biasanya dibuat beberapa sumur bor pada satu lokasi (directional drilling).
Pada kedalaman lebih dari 15 m, mobile drilling unit bisa digunakan untuk melakukan pengeboran kemudian jacket pelindung sumur (well-protector jacket) ditempatkan untuk melindungi pipa penyedot (riser) dari gaya- gaya lingkungan seperti angin, arus, gelombang dll. Selain dengan metode development drilling bisa juga menggunakan tender type platform atau platform berbentuk kapal.
4)  Production Operations
Pekerjaan ini dilakukan setelah selesainya development drlling. Di laut dalam, peralatan produksi dan pemrosesan ditempatkan pada selfcontained platform yang sama yang digunakan untuk development drlling.
Di laut dangkal drilling platform biasanya dijadikan well-protector platform setelah proses produksi dimulai. Suatu platform yang terpisah tetapi berdekatan dengan well protector platform dibangun untuk pemrosesan atau penempatan peralatan.
Penyimpanan minyak perlu mendapatkan perhatian utama. Umumnya setelah proses pengeboran selesai, drilling platform (jika cukup besar) dijadikan well protector platform dan platform penyimpanan. Tanki dengan kapasitas besar mampu menampung hingga 10.000 s/d 30.000 barrels.
5)  Transportation
Dalam fase transportasi ini biasanya untuk laut dangkal, minyak diangkut ke darat dengan menggunakan barge atau pipa panjang. Sedangkan untuk laut dalam penyimpanan dan transportasi minyak disimpan dalam kapal tanker.
K3 Offshore/Anjungan Lepas Pantai
-    Dasar Keselamatan
1)  Memahami operasi pekerjaan
2)  Mengidentifikasi bahaya
3)  Penanganan/mitigasi bahaya
-    Pengelompokan Bahaya
Dibawah ini merupakan tabel pengelompokan bahaya kesehatan dan keselamatan dari dua unsur itu saya uraikan pada tebel di bawah ini:
1
Bahaya Kesehatan
Berpotensi menimbulkan kesakitan, gangguan kesehatan dan penyakit akibat kerja
Bahaya Fisik: kebisingan, radiasi, temperatur ekstrim, pencahayaan, getaran, tekanan udara dan lainnya.
Bahaya Kimia: bahan kimia baik dalam bentuk gas, cair dan padat yang mempunyai sifat toksik, beracun, iritan, asphyxian, patologik
Bahaya Ergonomi: bahaya yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan sebagai akibat dari ketidaksesuaian desain kerja dengan pekerja
Bahaya Psikososial: stres kerja, kekerasan.
Bahaya Biologi: mikroorganisme khususnya yang patogen yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan.
2
Bahaya Keselamatan
Mempunyai potensi untuk menimbulkan injury, cacat, gangguan pada proses dan kerusakan alat.
Ada di lingkungan kerja dan memajan pekerja hanya pada saat terjadinya kontak.
Dampak yang timbul langsung kelihatan.
Tidak mempertimbangkan aspek besaran konsentrasi dan dosis.
Bahaya Mekanikal: bahaya yang terdapat pada benda atau proses yang bergerak dan menimbulkan dampak seperti terpotong, tertusuk, tersayat.
Bahaya Elektrik: bahaya yang berasal dari arus listrik
Bahaya Kimia: berupa bahan kimia baik dalam bentuk gas, cair dan padat yang mempunyai sifat mudah terbakar, mudah meledak dan korosif.
Tips Bekerja Di Anjungan Lepas Pantai
1)  Program Short Service Employee
a)  Miliki mentor lapangan
b)  Kenakan penanda (helm hijau, stiker, dll)
c)   Pembatasan pekerjaan beresiko tinggi
2)  Bekerja dengan aman
a)  Ketahui cara kerja yang benar
b)  Kenali bahaya pekerjaan
c)   Kendalikan bahaya/lakukan pencegahan/mitigasi sebelum mulai bekerja
3)  Pahami apa yang perlu dilakukan ketika keadaan darurat. Ikuti simulasi keadaan darurat/drill
4)  Miliki situational awareness
5)  Bertanya dan berhenti jika ragu
Kecelakaan Kerja Lepas Pantai
Pengeboran minyak deepwater horizon Ini merupakan kecelakaan yang terjadi di anjungan lepas pantai pada 30 april 2010, Tumpahan minyak Deepwater Horizon berlangsung hamper 2 bulan, selama waktu itu 210 juta galon atau ± 4.9 juta barrel (780,000 m3) hidrokarbon mencemari teluk Meksiko, Kebakaran berlangsung selama 36 jam sebelum akhirnya rig tenggelam, sebelum akhirnya sumur berhasil dimatikan pada hari ke 87 akibat dar kejadian ini mengakibatkan 11 orang meninggal dan 17 luka-luka, dan sekitar 600 spesies hewan laut terancam mati, hingga tahun 2015 setelah 5 tahun berlalu dari kejadian ledakan dan luapan, kemilau minyak dari tumpahan masih terlihat di lepas pantai Louisiana. Perusahaan BP merupakan pihak yang bertanggung jawab atas denda, biaya pembersihan dan kompensasi sebesar $40 milyar dengan tambahan $16 milyar karena pelanggaran Clean Water Act.
saya kira cukup untuk materi pekerjaan offshore dari mulai pengertian apa yang di kerjakan di offshore, keselamatan kerja sampai dengan kecelakaan yang terjadi pada offshore, sekian, terimakasih dan semoa membantu.

SISTEM MANAJEMEN K3

SISTIM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (SMK3) SESUAI PP NO. 50 TAHUN 2012

SISTIM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (SMK3) SESUAI PP NO. 50 TAHUN 2012

Pengantar
Sebelum terbitnya Peraturan Pemerintah No.50 tahun 2012, panduan yang digunakan oleh perusahaan  dalam melaksanakan SMK3, Permenaker  N0.5 tahun 1996, dan untuk Kementerian Pekerjaan Umum menggunakan Permen N0.09 tahun 2008, dengan terbitnya peraturan pemerintah ini, seyogianya  semua peraturan yang bersifat sektoral  segera disesuaikan.
Adapun PP 50 tahun 2013 ini didasarkan kepada Undang-Undang N0.01 tahun 1970, dan diamanatkan oleh Undang-Undang No. 13 tahun 2003.
Pelaksanaan Sistim Manajemen  Keselamatan Kerja (SMK3)   Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012
Seperti diketahui tujuan penerapan Sistim Manajamen  Keselamatan dan Kesehatan Kerja(SMK3) ini adalah dalam rangka :
  1. Untuk meningkatkan efektifitas  perlindungan K3 dengan  cara : terencana, terukur, terstruktur, terintegrasi
  2. Untuk mencegah kecelakaan kerja dan mengurangi penyakit akibat kerja, dengan melibatkan  : manajemen,  tenaga kerja/pekerja dan serikat pekerja
SMK3 diwajibkan  bagi perusahaan, mempekerjakan lebih dari 100 org dan mempunyai tingkat potensi bahaya tinggi. Untuk itu perusahaan diwajibkan menyusun Rencana K3, dalam menyusun rencana K3 tersebut,  pengusaha  melibatkan Ahli K3, Panitya Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja(P2K3), Wakil Pekerja dan Pihak Lain yag terkait
A. PENGENDALIAN
Dalam proses operasional dilakukan pengendalian, pengendalian meliputi:  kegiatan, produk, barang dan jasa.
Sementara itu, untuk cakupan pengendalian  meliputi : bahan,  peralatan,  lingkungan kerja, cara kerja, sifat kerja dan proses kerja.
B. POTENSI TERJADI KECELAKAAN KERJA
Bila dilakukan identifikasi potensi bahaya, sehingga terjadi kecelakaan kerja maka dapat dikatagorikan ada dua penyebab yang dominan , yaitu tindakan tidak aman dan kondisi yang tidak aman.
  1. Tindakan tidak aman (unsafe action) disebabkan: kelelahan karena  kurang istirahat, jam kerja melampui ketentuan yang sudah diatur dalam undang-undang, kekurangan gizi yaitu ketidak seimbangan antara asupan makanan dibanding dengan tenaga yang dibutuhkan dalam bekerja  , tidak kompeten karena tidak terlatih dan bekerja hingga  larut malam terus-menerus , bahkan menjelang pagi
  2. Kondisi tidak aman (unsafe condition) disebabkan  : cuaca ekstrim yaitu hujan badai dan panas yang luar biasa, ruang bekerja sempit tanpa tersedianya udara segar yang memadai, peralatan kadaluarsa yang tetap digunakan dan penerangan kurang memadai sehingga pekerja terpaksa bekerja remang-remang dan mengakibatkan kerusakan mata.
C. PENGAWASAN

Untuk melakukan pengawasan terhadap berjalannya pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini dilaksanakan secara berjenjang yaitu :
  1. Kementerian Tenaga Kerja di Pusat,
  2. Dinas Tenaga Kerja di Provinsi dan,
  3. Suku Dinas di Kabupaten/Kota
Dalam pengawasan dilakukan pemeriksaan berdasarkan  kriteria sebagai berikut :
  1. Bagiamana komitmen manajemen perusahaan tentang pelaksanaan K3, apakah ada visi, misi dan kebijakan K3 ?
  2. Bagaimana bentuk organisasi, apakah P2K3 sudah dimasukkan atau terintegrasi  dalam organisasi perusahaan ?
  3. Sumber daya manusia, apakah sudah diberikan sosialisasi dan pelatihan mengenai K3 ?
  4. Apakah pelaksanaan undang-undang K3, dilaksanakan secara konsisten ?
  5. Setiap tenaga kerja, apakah keamanan bekerja sudah dijamin ?
  6. Dilakukan pemeriksaan, dan dilakukan pengujian dan dan diukur apakah SMK3 telah dilakukan secara baik dan benar
  7. Apakah Pengendalian  Keadaan darurat & bahaya industri sudah dilakukan ?
  8. Apakah kecelakaan kerja dan gangguan kesehatan kerja dibuat pelaporannya  dan dilakukan perbaikan, agar dapat dicegah kejadian yang sama.
  9. Apakah tindak lanjut dari hasil audit, dilakukan, sehingga dapat dilakukan pencegahan dan terjadi perbaikan dan peningkatan kinerja perusahaan.
D. OVERVIEW
I. Pendahuluan
Pengertian pelaksanaan  keselamatan dan kesehatan kerja adalah :
  • Segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja
  • mengendalikan atau meniadakan potensi bahaya untuk mencapai tingkat risiko yang dapat diterima dan sesuai dengan standard yang ditetapkan.
II. Pengertian Sistim Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja  ( SMK3 )
Pengertian manajemen keselamatan dan kesehatan kerja adalah  :
Proses mengintegrasikan  prinsip-prinsip keselamatan  dan kesehatan kerja kedalam
operasi perusahaan
Definisi :
SMK3 adalah : Bagian dari sistem manajemen perusahaan secara keseluruhan dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif.( Peraturan Pemerintah No.50/2012)
III. Komparasi Permennaker No. 05/1996 dan Peraturan Pemerintah No. 50/2012


1. Dasar Hukum yang digunakan :
Permennaker No. 05/1996
Peraturan Pemerintah No. 50/2012
1)      UU No.14 th1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja
2)      UU No. 1 th 1970 ttg Keselamatan Kerja
1)      UU No. 13 th 2003 ttg Ketenagakerjaan
2)      UU No. 1 th 1970 ttg Keselamatan Kerja
2. Tujuan penerapan SMK3

Permennaker No. 05/1996
Peraturan Pemerintah No. 50/2012

Menciptakan suatu sistem K3 di tempat kerja kerja dgn melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja, kondisi dan lingkungan kerja yg terintegrasi dalam rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan dan PAK serta terciptanya tempat kerja yang aman, effisien dan produktif.
a)      Meningkatkan efektivitas perlindungan K3 yg terencana, terukur dan teintegrasi;
b)      Mencegah dan mengurangi kec.kerja dan PAK dgn melibatkan unsur manajemen, pekerja/ buruh, dan/atau SP/SB;
c)      Menciptakan tempat kerja yg aman, nyaman dan efisien utk mendorong produktivitas

3. Dasar Penerapan SMK3
Permennaker No. 05/1996
Peraturan Pemerintah No. 50/2012
Ditetapkan melalui ketentuan-ketentuan sebagai pedoman dalam penerapan SMK3.
Dilakukan berdasarkan KEBIJAKAN NASIONAL ttg SMK3 sebagai pedoman perusahaan dalam menerapkan SMK3.
4. Ketentuan Penerapan SMK3,
Permennaker No. 05/1996
Peraturan Pemerintah No. 50/2012

1)      Kebijakan K3 dan     Komitmen penerapan SMK3
2)      Perencanaan pemenuhan kebijakan
3)      Penerapan kebijakan K3
4)      Pengukuran, pemantauan dan eveluasi kinerja K3
5)      Tinjauan ulang dan perbaikan terus menerus
1)      Penetapan kebijakan K3
2)      Perencanaan K3
3)      Pelaksanaan rencana K3
4)      Pemantauan dan evaluasi  kinerja K3
5)      Peninjauan dan   peningkatan kinerja SMK3
5. Ketentuan Penilaian SMK3 :
Permennaker No. 05/1996
Peraturan Pemerintah No. 50/2012

  1. 1. Elemen Audit : 12 elemen dan 41 sub elemen; dan 166 kriteria

  1. 2. Audit dilakukan oleh Badan Audit yg ditunjuk Menteri

  1. 3. Direktur berwenang menetapkan persh yg wajib utk di audit

  1. 4. Audit dilaksanakan 3 th sekali
  1. Elemen Audit : 12 elemen dan 44 sub
elemen;  dan 166 kriteria

  1. Audit dilakukan Lembaga  Audit Independen yg  ditunjuk Menteri atas permohonan perusahaan.

  1. Perusahaan yg berpotensi bahaya tinggi wajib melakukan penilaian penerapan SMK3

6. Laporan Audit SMK3
Permennaker No. 05/1996
Peraturan Pemerintah No. 50/2012

  1. 1. Laporan Audit disampaikan kpd Direktur dan pengurus tempat kerja
  2. 2. Direktur melakukan evaluasi dan penilaian laporan audit
  3. 3. Berdasrkan hasil evaluasi dan penilaian ditetapkan pemberian sertifikat/ bendera penghargaan dan menginstruksi utk tindakan hukum jika terdpt pelanggaran.
  1. 1. Hasil Audit dilaporkan kpd Menteri
  2. 2. Laporan Audit, tembusan disampaikan kpd :
  • Menteri pembina sektor
  • Gubernur
  • Bupati/Walikota
untuk peningkatan SMK

7. Tingkat Penilaian SMK3

Tingkat Pencapaian
Penerapan
Permennaker No. 05/1996
Peraturan Pemerintah No. 50/2012

0-59% dari total kriteria
Tindakan hukum
Tingkat penilaian Penerapan Kurang
60-84% dari total kriteria
Sertifikat dan bendera perak
Tingkat penilaian Penerapan Baik
85-100% dari total kriteriaSertifikat  dan bendera emas
Tingkat Penilaian Penerapan Memuaskan





8. Obyek Pengawasan
Permennaker No. 05/1996
Peraturan Pemerintah No. 50/2012

Prinsip-prinsip Penerapan SMK3
  1. 1. Pembangunan dan terjaminnya pelaksanaan komitmen;
  1. Organisasi;
  2. Sumber Daya Manusia
  3. Pelaksanaan Perat Peruu K3;
  4. Keamanan Bekerja;
  5. Pemeriksaan, pengujian dan pengukuran penerapan SMK3;
  6. Pengendalian keadaan darurat dan bahaya industri;
  7. Pelaporan dan perbaikan kekurangan; dan
  8. Tindak lanjut audit

IV. Tinjauan Ulang Peningkatan Kinerja Penerapan SMK3

Tujuan Tinjauan Ulang adalah :
  1. Mengevaluasi strategi SMK3 untuk menentukan apakah telah memenuhi tujuan yang direncanakan;
  2. Mengevaluasi kemampuan SMK3 untuk memenuhi kebutuhan organisasi dan para pemangku kepentingan, termasuk para pekerja;
  3. Mengevaluasi kebutuhan perubahan pada SMK3, termasuk kebijakan dan sasaran;
  4. Mengevaluasi kemajuan dalam pencapaian tujuan organisasi dan tindakan korektif;
  5. Mengevaluasi efektivitas tindak lanjut dari tinjauan ulang sebelumnya;
  6. Mengidentifikasi tindakan apa yang diperlukan untuk memperbaiki setiap kekurangan dalam waktu yang tepat, termasuk adaptasi terhadap aspek2 yang berkaitan dengan struktur manajemen dan pengukuran kinerja perusahaan;
  7. Memberikan arahan terhadap umpan balik, termasuk penentuan prioritas, perencanaan yang bermakna dan perbaikan berkesinambungan;

Tinjauan Ulang SMK3 harus mempertimbangkan :
  1. Perubahan peraturan perundangan;
  2. Incident data (cidera, sakit akibat kerja, rekomendasi hasil investigasi kecelakaan kerja);
  3. Hasil pemantauan dan pengukuran kinerja, dan laporan kegiatan audit;
  4. Masukan yang berasal dari internal dan eksternal perusahaan;
  5. Perubahan organisasi yang dapat mempengaruhi SMK3;
  6. Perubahan kegiatan perusahaan (penggunaan teknologi, proses dsb.)
  7. Perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi;
  8. Tuntutan pasar;
Tinjauan Ulang SMK3 dicatat dan dikomunikasi secara formal kepada :
  1. Petugas/unit kerja yang bertanggungjawab terhadap elemen SMK3 yang relevant sehingga mereka dapat menindaklanjuti dengan tepat;
  2. Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3), pekerja dan/atau Serikat Pekerja;
V. Implementasi Audit SMK3

Proses yg sistematik, independen dan terdokumentasi untuk memperoleh bukti audit dan mengevaluasinya secara objektif untuk menentukan sampai sejauh mana kriteria audit dipenuhi.
Kriteria Audit  SMK3, adalah seperangkat : Kebijakan, Prosedur, Persyaratan Digunakan  sebagai acuan pembanding  terhadap bukti audit.
Bukti Audit adalah  Rekaman, pernyataan mengenai fakta atau informasi lain yang terkait dengan kriteria audit dan dapat diverifikasi; dapat bersifat kualitatif atau kuantitatif.

Rekaman K3 berupa :
  • Data pelatihan dan pendidikan K3, pelaksanaan, peserta dan evaluasi.
  • Kebijakan K3 dan kebijakan khusus lainnya
  • Laporan inspeksi K3, pelaksanaan dan tindak lanjut
  • Laporan Audit SMK3, internal dan eksternal
  • Rekaman kegiatan rapat-rapat P2K3
  • Laporan Kecelakaan Kerja
  • Laporan tindak lanjut rekomendasi investigasi kecelakaan
  • Laporan Konsultasi K3
  • SOP, instruksi kerja, juklak, juknis
  • Data penggunaan bahan kimia berbahaya dan LDKB
  • Maintenance record
  • Feedback dari staff, pekerja, pemasok, kontraktor
  • Data pemeriksaan kesehatan tenaga kerja, awal, berkala dan khusus
  • Laporan monitoring lingkungan kerja; spt : kebisingan, udara lingkungan kerja, iklim kerja
  • Data APD, penyediaan, pengadaan, pelatihan, distribusi, perawatan
  • Laporan pelatihan keadaan darurat
  • Sertifikasi peralatan, mesin, instalasi, pesawat
  • Sertifikasi kompetensi personel, SIO, SKP
  • Laporan identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko
  • Laporan monitoring dan tinjauan ulang pengendalian risiko
  • Data peralatan pengaman, spt. APAR, alat deteksi dini, rambu K3
  • dll

* Audit SMK3 adalah :
Pemeriksaan secara sistematis dan independen terhadap pemenuhan kriteria yang telah ditetapkan untuk mengukur suatu hasil kegiatan yang telah direncanakan dan dilaksanakan dalam penerapan SMK3 di perusahaan” (PP 50 th 2012 ttg SMK3)

* Tujuan Program Audit adalah didasarkan pada pertimbangan :
  • Prioritas manajemen;
  • Tujuan komersial;
  • Persyaratan sistem manajemen;
  • Persyaratan peraturan peruu;
  • Persyaratan kontrak;
  • Kebutuhan utk evaluasi pemasok;
  • Persyaratan pelanggan;
  • Kebutuhan pihak lain yg berkepentingan;
  • Risiko terhadap organisasi.
* Lingkup Audit SMK3 yaitu :
  • Pembangunan dan Pemeliharaan Komitmen
  • Strategi Pendokumentasian
  • Peninjauan Ulang dan Kontrak
  • Pengendalian Dokumen
  • Pembelian
  • Keamanan Bekerja Berdasarkan SMK3
  • Standar Pementauan
  • Pelaporan dan Perbaikan Kekurangan
  • Pengelolaan Material dan Perpindahannya
  • Pengumpulan dan Penggunaan Data
  • Audit SMK3
  • Pengembangan Keterampilan dan Kemampuan
Demikian sekilas gambaran dari SMK3 versi PP 50/2012, untuk pendalaman dan bimbingan  di perusahaan/industry lebih lanjut, dapat menghubungi :  A2K4-Indonesia ph.021.7884886 dan 021.98495513 atau dengan Zainal Bakti 081617377315 atau email a2k4ina@gmail.com dan zainalbakti28@yahoo.co.id.



Daftar Pustaka :
  1. Undang-Undang No.01/1970
  2. Undang-Undang No.13/2003 tentang Ketenaga-Kerjaan
  3. Permenaker No.5/1996 tentang SMK3
  4. Permen.PU No.8/2009 tentang SMK3 di Pekerjaan Umum
  5. Peraturan Pemerintah No. 50/2012 tentang SMK3
  6. Makalah Workshop Nasional K3  dengan tema : Penyesuaian SMK3 sesuai dengan PP 50/2012 pada tanggal : 26-27 September 2012 Penyelenggara : Indonesian Management Centre ( IMAC )Bertempat di Grand Cempaka  Hotel Cempaka Putih Jakarta


GAMBAR-GAMBAR PENUNJANG TULISAN :
TINDAKAN CEROBOH, BERBAHAYA ( UNSAFE ACTION)


PASTIKAN ALAT PELINDUNG DIRI BERFUNGSI DENGAN BAIK

sumber : http://www.a2k4-ina.net/informasi/163-sistim-manajemen-keselamatan-dan-kesehatan-kerja-smk3-sesuai-pp-no-50-tahun-2012

PROPOSAL PEKERJAAN SURVEY DAN PEMETAAN TOPOGRAFI


BAB  I

PENDAHULUAN




1.1.      LATAR BELAKANG
           Seiring dengan pesatnya pertumbuhan ekonomi dan peningkatan investasi dalam pemanfaatan sumber daya alam, maka kebutuhan informasi geografi suatu wilayah dalam skala yang lebih detail merupakan suatu hal yang sangat penting dan sangat mendesak untuk disegerakan pengadaannya.
          
Berkaitan dengan hal tersebut di atas maka pihak-pihak yang berkepentingan dengan adanya kebutuhan akan informasi yang lebih detail tentang kondisi topografi suatu daerah dengan terpaksa mengadakan survey dan pemetaan sendiri berhubung tertinggalnya atau terlambatnya Indonesia dalam memetakan seluruh wilayahnya untuk peta skala besar. 

Peta topografi adalah peta yang menggambarkan relief permukaan bumi/tanah yang dinyatakan dengan garis ketinggian (kontur) memperlihatkan unsur-unsur asli atau alam dan unsur-unsur buatan manuasia seperti jalan, bangunan, sungai, saluran dan lain sebagainya diatas muka bumi ini. Unsur-unsur tersebut dapat dikenal (diidentifikasi) dan pada umumnya diusahakan untuk diperlihatkan pada posisi sebenarnya.

Peta topografi disebut juga sebagai peta umum (bersifat umum) sebab dalam peta topografi tersebut unsur-unsur yang disajikan bukan hanya satu jenis saja, tetapi justru dicoba untuk menyajikan semua unsur yang ada pada permukaan bumi ini. Penyajian tersebut sudah tentu dengan memperhitungkan skala. Jadi peta topografi dapat digunakan untuk bermacam-macam tujuan.

Peta topografi dikenal sebagai peta dasar yang digunakan sebagai sarana perencanaan umum untuk suatu pekerjaan perencanaan pemgembangan suatu wilayah.

1.2.      MAKSUD DAN TUJUAN
Maksud diadakannya pekerjaan pengukuran dan pemetaan topografi adalah untuk mendapatkan informasi yang lebih rinci bentuk permukaan tanah secara umum yang dilengkapi dengan tampakan-tampakan khas, baik berupa unsur-unsur alami maupun unsur-unsur buatan dan dapat dipertanggung jawabkan secara teknis, dengan tujuan memberikan informasi topografi suatu wilayah yang akan mendukung pengambilan keputusan secara tepat.

1.3.      RUANG LINGKUP PEKERJAAN
Ruang lingkup pekerjaan Pengukuran untuk Survey dan Pemetaan Topografi  yang akan dilaksanakan meliputi :
Persiapan
a)            Kantor
-        Administrasi
-        Pengadaan Peta Dasar dan Peta Kerja
-        Peralatan + Personil
b)            Lapangan
-        Mobilisasi
-        Orientasi Lapangan    

2.      Pelaksanaan
-        Pematokan dan Pemasangan Tugu/Bench Mark
-        Pengukuran Kerangka Horisontal dan Vertikal
-        Pengukuran Situasi

3.      Pekerjaan Studio
-        Pengolahan data
-        Editing data dan Penggambaran
-        Plotting peta hasil penggambaran (hard copy)
-        Pelaporan



1.4.      STRUKTUR  ORGANISASI
Struktur organisasi pelaksanaan pekerjaan dibuat dengan tujuan untuk menata dan mengatur pola kerja secara efektif dan efisien.
Sebelum tim pelaksana lapangan mulai bekerja, volume pekerjaan dan jenis kegiatan yang akan dilaksanakan telah diperhitungkan/diperkirakan. Dengan demikian struktur organisasi proyek yang efektif, efisien telah dideskripsikan secara jelas tugas dan tanggung jawab masing-masing personil serta hubungan kerja antara satu dengan lainnya.

Selanjutnya saat pelaksanaan pekerjaan pengukuran dan kegiatan-kegiatan lainnya, dilakukan koordinasi baik dalam organisasi pelaksana sendiri maupun dengan Pemilik pekerjaan dan Pimpinan setempat.
Tim pelaksana yang terlibat dalam pekerjaan ini adalah :

1.      Tenaga Ahli Geodesi
Tenaga ahli Geodesi sekaligus Team Leader adalah penanggung jawab pekerjaan mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai dengan pembuatan laporan akhir.

2.      Surveyor (Asisten Geodetic)
Merupakan tenaga pelaksana lapangan dan mengawasi pekerjaan studio dimana secara struktural dibawah pengawasan atau koordinasi team Leader tetapi tidak membawahi tenaga yang terlibat pengolahan data.

3.      Asisten Surveyor
Merupakan tenaga pelaksana lapangan dan mengawasi pekerjaan tenaga lokal.

4.      Data processing
Data Processing diwajibkan yang mempunyai latar belakang pendidikan geodesi, agar dapat menganalisasi kesalahan yang disebabkan dalam pekerjaan. Data processing merupakan pelaksana untuk editing dan proses pembuatan peta digital hingga pembuatan peta garis dalam bentuk hard copy.  

BAB  II

PERSIAPAN PEKERJAAN



2.1.            PERSIAPAN KANTOR
Pekerjaan  persiapan  merupakan pekerjaan  yang meliputi :
1.      Persiapan dan pembuatan dokumen kontrak
Tahapan pekerjaan Persiapan Kontrak terdiri dari beberapa kegiatan yang meliputi :
-        Pembuatan usulan teknik
-        Pembuatan usulan biaya
-        Pembuatan dokumen administrasi
2.      Pengurusan surat-surat yang berkaitan dengan perijinan
3.      Pengumpulan data pendukung proses pekerjaan lapangan                      
4.      Pencarian informasi keadaan/kondisi lapangan
5.      Pembuatan rencana pekerjaan pengukuran
6.      Persiapan Tim Pengukuran dan peralatan ukur

1.      Tim Pengukuran/Personil
Untuk melaksanakan kegiatan ini diperlukan tenaga-tenaga survey yang berpengalaman. Personil yang dibutuhkan untuk melaksanakan pekerjaan ini adalah :
1.      Team Leader/Geodetic Engineer
2.      Chief Surveyor
3.      Surveyor
4.      Asisten Surveyor
5.      Data Processing
6.      Crew Survey

Peralatan Survey
Sebelum pelaksanaan pekerjaan dimulai harus ditentukan terlebih dahulu peralatan yang akan digunakan. Peralatan yang digunakan harus memenuhi spesifikasi teknis yang ada sehingga data pengukuran memenuhi kriteria yang diinginkan (telah dikalibrasi).
Peralatan yang harus dipersiapkan antara lain :
1.      Alat ukur teodolite Total Station yang mempunyai ketelitian pembacaan sudut terkecilnya 1 (satu) detik dan akurasi pengukuran jaraknya 5 + 3 ppm serta perlengkapannya
2.      Komputer (hardware dan software) + printer ukuran A3
3.      Kamera
4.      Kompas (Shunto), GPS Handheld
5.      Perlengkapan lapangan

2.2.      PERSIAPAN LAPANGAN
Pekerjaan yang berkaitan dengan persiapan lapangan terdiri dari beberapa  kegiatan antara lain :
-        Mobilisasi Tim Pengukuran
-        Persiapan base camp
-        Persiapan tenaga pembantu (tenaga lokal)
-        Persiapan material yang dibutuhkan
-        Koordinasi dengan instansi terkait
-        Pengenalan medan secara umum (orientasi lapangan)
-        Meneliti titik kontrol pemetaan yang dapat digunakan sebagai referensi atau titik ikat, misalnya titik kontrol hasil survey terdahulu
-        Menentukan lokasi pemasangan titik-titik kontrol pemetaan
-        Menentukan batas-batas areal pengukuran/pemetaan topografi










BAB  III
PELAKSANAAN LAPANGAN


Pemetaan topografi dilaksanakan dengan melakukan pengukuran kerangka dasar yang terdiri dari pengukuran kerangka dasar horisontal dan vertikal. Pengukuran tersebut dilakukan pada seluruh batas (garis terluar) dari area yang akan dipetakan. Tujuan pembuatan kerangka dasar ini adalah untuk membuat titik kontrol dan referensi untuk keperluan pengukuran selanjutnya, misalkan pembuatan poligon cabang (cut lines), pengukuran situasi dan detail topografi.
Secara umum tahapan pelaksanaan lapangan adalah sebagai berikut :
1.      Pembuatan dan pemasangan tugu (Bench Mark)/Patok Poligon
2.      Pengukuran Kerangka dasar Horisontal dan Vertikal
3.      Pengukuran situasi dan detail topografi

3.1.      PEMBUATAN DAN PEMASANGAN BM/PATOK POLIGON
a.   Penyebaran Bench Mark (BM) terlebih dahulu direncanakan pada peta kerja dan diasumsikan dipasang beberapa buah BM. Bench Mark yang dipasang tersebut dalam pelaksanaannya dapat diikatkan terhadap Titik Kerangka Nasional (apabila ada) yang dipasang dan diukur oleh Bakosurtanal atau Badan Pertanahan Nasional (BPN), sehingga menjadi satu sistem dengan Peta Nasional.
     
b.      Secara umum pemasangan BM harus ditempatkan pada tempat yang stabil dan mengutamakan keamanan dan mudah ditemukan bila saat diperlukan, hal tersebut menjadi penting karena tugu yang terpasang tersebut akan dipakai untuk rekonstruksi. Agar mudah terlihat warna tugu tersebut diberi warna yang mencolok. Hal tersebut berlaku juga untuk pemasangan patok poligon.

c.       Jarak antar patok poligon dapat dipasang ± 50 m atau disesuaikan dengan keadaan medan dan kemampuan jangkauan alat. Persyaratan tersebut dimaksudkan untuk mengontrol kesalahan-kesalahan yang terjadi pada saat pengukuran.
d.      Bench Mark dibuat sepasang pada posisi :
1.      Titik Awal Pengukuran
2.      Pojok/titik sudut batas-batas utama area pemetaan (kerangka dasar)
3.      Pada setiap kerapatan 1000 meter dari seluruh area pemetaan

e.       Spesifikasi Bench Mark dan Patok Poligon :
1.      BM pada titik awal dan titik sudut kerangka dasar dibuat dari beton dengan ukuran : 20 x 20 cm dengan panjang 120 cm, ditanam ke dalam tanah sedalam 100 cm
2.      BM pada kerapatan 1000 meter dibuat dengan pipa PVC ukuran 3 (tiga) inchi dengan ukuran panjang 120 cm, ditanam ke dalam tanah sedalam 100 cm
3.      Patok poligon dibuat dari kayu keras dengan diameter 5 cm, panjang 40 cm, ditanam ke dalam tanah sedalam 25 cm

3.2.            PENGUKURAN KERANGKA DASAR HORISONTAL
Dari hasil perencanaan pada peta kerja akan didapatkan jumlah jalur poligon, jumlah loop poligon, jumlah BM yang dipasang, perkiraan jumlah jarak poligon, serta penetapan jumlah jalur poligon utama dan poligon cabang, sehingga pada dasarnya untuk pengukuran kerangka dasar horisontal terdapat dua jenis pekerjaan poligon yaitu :
a.   Pengukuran Poligon Utama
b.   Pengukuran Poligon Cabang

3.2.1.      PENGUKURAN POLIGON UTAMA
Pengukuran poligon utama, digunakan sebagai kerangka acuan untuk mendapatkan kerangka dasar horizontal (X,Y,Z) yang mempunyai keandalan ukuran, dimana keandalan ukuran tersebut dinyatakan oleh ketelitian penutup sudut dan ketelitian linier jaraknya. Karena poligon utama merupakan titik dasar teknik maka diperlukan persyaratan tertentu pada pelaksanaan pengukurannya.
Pengukuran poligon utama dilakukan dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
a.       Pengukuran poligon utama ini menggunakan alat ukur teodolite Total Station yang mempunyai ketelitian pembacaan terkecilnya 1 (satu) detik
b.      Untuk memperkecil salah penutup sudut, pengukuran panjang sisi polygon diusahakan mempunyai jarak yang relatif jauh (minimum 50 m).
c.       Dihindari melakukan pengukuran sudut lancip (< 60o) yang dapat memperbesar kesalahan penutup sudut.
d.      Guna memperkecil kesalahan penempatan target prisma digunakan metoda centering optis yaitu tinggi tripod/kaki tiga target depan akan menjadi tinggi tripod alat pada perpindahan alat kesisi polygon berikutnya.
e.       Pengukuran poligon dilakukan tertutup atau terikat sempurna.
f.       Titik-titik poligon harus diikatkan dengan titik-titik kerangka dasar horisontal yang berada pada sistem daerah atau lokasi yang akan dipetakan.
g.      Toleransi salah penutup sudut maksimum adalah 10”Ön, dimana n adalah jumlah titik pengamatan/polygon (dimungkinkan melakukan kesalahan pengukuran sudut tidak lebih dari 10 detik dikali akar dari jumlah titik pengamatan/polygon).
h.      Ketelitian jarak linier harus lebih kecil dari 1/10.000 (dimungkinkan melakukan kesalahan pengukuran jarak tidak lebih dari 1 meter untuk setiap jarak 10 km)

3.2.2.      PENGUKURAN POLIGON CABANG
Maksud dilakukan pengukuran poligon cabang adalah untuk pengikatan titik-titik detail ditengah-tengah areal pengukuran yang jauh dari jalur poligon utama hingga dengan adanya titik-titik poligon cabang akan memperbanyak cakupan titik detail yang ada di lapangan.
Pengukuran poligon utama dilakukan dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
a.       Pengukuran sudut dan jarak menggunakan alat ukur yang sama dengan pengukuran poligon utama
b.      Poligon cabang dibuat pada setiap jarak 50 meter
c.       Pengukuran poligon cabang menggunakan metode terikat sempurna, diikatkan pada titik kerangka dasar/poligon utama
d.      Pengukuran beda tinggi untuk poligon cabang/cut lines dilakukan dengan cara trigonometris
e.       Toleransi salah penutup sudut maksimum adalah 20”Ön, dimana n adalah jumlah titik pengamatan/poligon.
f.       Ketelitian jarak linier harus lebih kecil dari 1/5.000
g.      Toleransi ketelitian beda tinggi adalah 40 mm ÖD, (D = jumlah panjang jarak jalur pengukuran dalam kilometer), kecuali pada jalur dimana diletakkan posisi BM toleransinya 20 mm ÖD

3.3.      PENGUKURAN KERANGKA DASAR VERTIKAL
            Pengukuran Kerangka Vertikal dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut :
a.   Pengukuran kerangka dasar vertikal menggunakan alat ukur theodolite Total Station yang mempunyai ketelitian pembacaan terkecilnya 1 (satu) detik yang pengambilan datanya bersamaan dengan pengukuran titik-titik kerangka dasar horisontal
b.   Titik-titik kerangka dasar vertical diikatkan dengan titik-titik kerangka dasar vertikal yang berada pada sistem daerah atau lokasi yang akan dipetakan
c.   Pengukuran dilakukan dengan cara trigonometris
c.   Toleransi ketelitian beda tinggi adalah 15 mm ÖD, (D = jumlah panjang jarak jalur pengukuran dalam kilometer),

3.4.            PENGUKURAN SITUASI DAN DETAIL TOPOGRAFI
Untuk menampilkan peta tiga dimensi maka dilakukan pengukuran situasi dan detail dimana obyek yang diukur adalah segala obyek yang ada di lapangan baik berupa detail alam maupun detail buatan manusia.
Pengukuran situasi dan detail dilakukan dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
a.       Pengukuran situasi dilakukan dengan cara trigonometris
b.      Akurasi alat yang digunakan minimal 30”
c.       Pengukuran situasi dilakukan dengan metode grid dengan kerapatan maksimal 15 meter
d.      Jika terdapat perubahan bentuk pada topografi maka perubahan tersebut harus diukur
e.       Setiap data pengukuran harus dilengkapi dengan sketsa lapangan
f.       Setiap data ukur harus diberi kode seperti kaki slope, kepala slope, elevasi, alur (creek), jalan, sungai, rawa dll.
g.      Pengukuran sungai, alur (creek), jalan dilakukan oleh tim khusus (tersendiri)
h.      Pengukuran harus diikatkan pada titik-titik poligon utama dan poligon cabang
i.        Toleransi ketelitian linear pengukuran situasi adalah 1 : 1.000
j.        Pengukuran jalan dilakukan pada kedua sisinya dengan kerapatan maksimal 20 meter
k.      Pengukuran sungai dilakukan pada tepi atas, tepi bawah dan as dengan kerapatan maksimal 15 meter
l.        Pengukuran alur dilakukan pada as dengan kerapatan maksimal 15 meter
















BAB  IV
 PEKERJAAN KANTOR/STUDIO



Pekerjaan kantor/studio merupakan kegiatan yang berhubungan dengan proses pekerjaan tahap akhir yang meliputi :
1.      Pengolahan data-data kerangka dasar horizontal dan vertikal serta situasi
2.      Pembuatan Peta (digital/garis)

4.1.      PENGOLAHAN DATA
4.1.1.   HASIL PENGUKURAN KERANGKA DASAR
a.   Pengukuran Kerangka Dasar dilakukan menggunakan alat ukur Teodolite Total Station dimana data yang diamati dilapangan berupa sudut (vertikal & horizontal) dan jarak serta variabel lainnya direkam langsung kedalam data kolektor atau pada internal memori alat tersebut yang selanjutnya dapat di download/ditransfer kedalam komputer PC atau Notebook menggunakan software yang tersedia misalnya Autoland Development, SDR, Topcon dan lainnya untuk segera dapat diproses. Proses download/transfer data ini dilakukan setiap hari sepulang dari lapangan untuk dapat segera mengantisipasi dan merencanakan progress kerja selanjutnya. Data yang diperoleh dari lapangan dihitung menggunakan hitung perataan pendekatan metoda Bowditch atau Least Square (Perataan Kwadrat Terkecil).
b.   Perhitungan koreksi beda tinggi berdasarkan jarak pengamatan pada setiap sisi (proposional terhadap jarak)
c.   Jika toleransi ketelitian tidak tercapai maka harus dilakukan pengukuran ulang pada sisi yang salah
d.   Perhitungan dapat diterima jika batas toleransi telah dipenuhi

4.1.2.   HASIL PENGUKURAN SITUASI DAN DETAIL TOPOGRAFI
a.   Pengolahan data situasi dan detail topografi dilakukan dengan menggunakan software survey
b.   Sebelum data situasi dan detail topografi diolah, terlebih dahulu harus disiapkan garis breaklines. Garis breaklines harus dibuat pada setiap :
      1.   Kepala dan kaki slope
2.   Tepi atas dan tepi bawah sungai
3.   As alur
4.   Kedua tepi jalan
5.   Surface editing
c.   Proses pembuatan surface pada software survey berupa Triangulation Irreguler Network (TIN) harus melibatkan seluruh data topografi (X,Y,Z) dan garis breaklines
d.   Surface editing dilakukan langsung pada TIN tetapi harus menggunakan garis breaklines
e.   Cek terhadap data situasi dan detail topografi dilakukan secara bertahap dengan menampilkan gambar kontur yang dilengkapi dengan gambar situasi. Jika koordinat kerangka dasar dan poligon cabang belum final, perhitungan koordinat data situasi dan detail topografi dihitung dengan koordinat sementara.
f.    Jika terdapat kekeliruan (data lapangan salah atau kurang) maka harus dilakukan pengecekan ulang terhadap data situasi dan detail topografi.
g.   Proses pembuatan surface final dengan menggunakan koordinat definitif dilakukan secara bersamaan untuk seluruh area pemetaan, selanjutnya dilakukan proses pembuatan kontur. Gambar kontur harus sesuai dengan sketsa lapangan.

4.2.      PEMBUATAN PETA
Pembuatan Peta adalah penggambaran titik-titik kerangka dasar pengukuran dan titik-titik detail yang dinyatakan dengan penyebaran patok, BM, titik-titik ketinggian dan obyek-obyek lainnya yang dianggap perlu dalam suatu areal pekerjaan. Penggambaran areal pekerjaan diproyeksikan pada bidang datar dengan skala 1 : 1000, Interval kontur 0,5 meter, ukuran lembar peta A0 (1200 mm x 900 mm).

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam proses penggambaran peta antara lain :
1.      Peta topografi harus memuat :
a.       Judul peta
b.      Peta lokasi proyek
c.       Peta indeks
d.      Lembar sheet
e.       Arah Utara peta
f.       Legenda
g.      Garis kontur dengan interval 1 meter
h.      Gambar situasi : jalan, bangunan, sungai, rawa, alur, dll.
i.         Bench Mark
j.        Garis dan angka grid dengan interval 200 meter

2.      Peta Traverse/Poligon harus memuat :
a.       Judul peta
b.      Peta lokasi proyek
c.       Peta indeks
d.      Lembar sheet
e.       Arah Utara peta
f.       Legenda
g.      Bench Mark
h.      Titik poligon kerangka dasar
i.        Titik poligon cabang
j.        Gambar situasi : jalan, bangunan, sungai, rawa, alur, dll.

3.      Pada peta digital (softcopy), setiap elemen/objek harus dibuat dalam layer tersendiri









BAB  V

LAPORAN DAN DATA




 5.1.     PEMBUATAN LAPORAN
Pembuatan laporan dilakukan untuk memberikan gambaran hasil pelaksanaan pekerjaan yang telah dilakukan, sehingga dapat diketahui kondisi areal pekerjaan secara umum, informasi lainnya yang berkaitan dengan pekerjaan survey dan pemetaan.
Laporan yang akan disampaikan adalah :
a.       Laporan Pendahuluan, berisi laporan mengenai rencana kerja
b.      Laporan Mingguan, berisi laporan mengenai kemajuan pekerjaan mingguan
c.       Laporan Bulanan, berisi laporan mengenai kemajuan pekerjaan bulanan
d.      Laporan Akhir, berisi laporan hasil seluruh pekerjaan
           
5.2.      PENYERAHAN DATA
Data-data yang diserahkan setelah pekerjaan selesai dilaksanakan adalah :
a.       Satu berkas laporan tertulis tentang pelaksanaan pekerjaan
b.      Print out peta topografi skala 1 : 1.000
c.       Print out peta traverse/poligon skala 1 : 1.000
d.      Peta topografi dalam bentuk softcopy dengan menggunakan software Autocad (file dwg)
e.       Peta traverse/poligon dalam bentuk softcopy dengan menggunakan software Autocad (file dwg)
f.       Data asli hasil pengukuran
g.      Data hasil perhitungan dalam bentuk softcopy dan hardcopy
h.      Koordinat topografi (Easting, Northing, Elevation, Code)  
i.        Foto dan deskripsi Bench Mark

MANAJEMEN RISIKO DALAM PROYEK KONTRUKSI

MANAJEMEN RISIKO DALAM PROYEK KONTRUKSI Salah satu tujuan perusahaan jasa kontruksi dalam setiap melaksanakan pekerjaan kontruksi adalah m...